Apalah arti sebuah nama, demikian kita sering mendengarnya dalam
kehidupan, sering pula orang menyebut bahwa nama adalah do’a. Bahkan, jika anak
baru lahir orang tuanya kalang kabut mencari nama cantik yang akan disematkan
kepada anaknya. Nama merupakan identitas yang dimiliki seseorang, semua kita
pasti memiliki nama. Di samping itu, sering pula kita mendengar orang
mengatakan “jangan mencari nama”. Mencari nama sama artinya ingin terkenal atau
dikenal, tetapi mencari nama nilai rasa dalam penyebutannya masih tergolong
halus dibandingkan dengan istilah “mencari muka”, padahal keduanya sama-sama
bermakna ingi terkenal. Satu sisi, mencari nama atau ingin dikenal merupakan
salah satu kebutuhan manusia yaitu kebutuhan akan eksistensi diri. Kebutuhan
ini tentu akan diusahakan oleh setiap manusia dengan menggunakan berbagai macam
cara. Lalu, bagaimana kita belajar mencari nama.
Berkenaan dengan “mencari nama” alias ingin terkenal Pramoedya
Ananta Toer dalam bukunya Nyanyian sunyi seorang bisu memberikan pelajaran bagi
kita. Nyanyian sunyi seorang bisu awalnya merupakan catatan harian Pram ketika
menjalani masa hukuman penjara tanpa pengadilan di Pulau Buru. “Nama adalah
bangunan atas hasil karya, orang tak perlu mencari-carinya” itulah pesan Pram
dalam bukunya itu, pesan ini muncul sebagai jawaban atas pernyataan anaknya
dalam surat yang dikirim kepadanya di Pulau Buru, “Titiek sangat bangga
mempunyai ayah seperti Ayahanda, Ayahanda adalah seorang yang ternama Titiek
ingin mencari nama seperti Ayahanda”, ujar anaknya dalam surat tersebut.
Dalam surat balasannya yang tidak pernah tersampaikan kepada
anaknya karena kondisi Pulau Buru, Pram menegaskan “Nama bukan dicari, dia
hanya imbalan. Kalau kau memberikan hasil kerjamu pada seseorang dan orang itu
suka, engkau pun akan mendapat nama dari dia. Nama adalah produk sosial, juga dibutuhkan
ausdauer (daya tahan) untuk mempertahankannya”. Mencermati surat balasan Pram,
nama merupakan kontruksi yang dibangun masyarakat atas apa yang telah
dilakukan, baik itu buruk maupun baik.
Nama sebagai imbalan yang diberikan masyarakat tidak dapat diperjual
belikan, ia akan sangat tergantung dari apa yang telah dilakukan, baik itu
perbuatan baik maupun jahat. Sebagai contoh misalnya, nama Ulama yang diberikan
oleh masyarakat kepada seorang yang alim tentu tidak dapat dibeli, pemberian
nama Ulama telah melewati beberapa tahap yang tidak pernah tertulis dalam
masyarakat, tetapi seseorang yang telah diberi nama dengan ulama telah melewati
tahap itu.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah berpesan bahwa Allah tidak melihat
bentuk/postur, ketampanan dan kecantikan tetapi Allah melihat amal kita.
Artinya, tidak perlulah kita mencari nama dengan mengumbar sensasi, cukup
berkarya memberikan yang terbaik, sebab disanalah kita akan mendapat imbalan,
baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah. Pepatah arab mengatakan “al-khaalif
yu’raf”, ingin terkenal lakukan hal-hal yang sensasional, hal sensasional
itu hendaknya kita maknai dengan karya nyata yang kita lakukan.
Ada karya
sejarah akan mencatatnya, sebut saja Imam Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
Al-Ghazali yang selalu disebut-sebut orang hingga sekarang, beliau telah
meninggalkan karya besar yaitu kitab ihya al-ulum ad-din, Tengku Chik Pante
Kulu yang selalu namanya disebut-sebut oleh kawan dan ditakuti lawan karena
mahakarya hikayat prang sabi yang mampu menggugah semangat jihad, masih
banyak contoh-contoh orang terkenal lainnya karena karya mereka. Untuk itu,
jangan terlalu banyak bicara, banyak cerita, mencari nama bukan dengan banyak
bicara, mencari nama dengan berkarya, berkarya untuk kebaikan ummat. Selamat
berkarya.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tuliskan tanggapan anda,,dan saya ucapkan Terimakasih